Total Tayangan Halaman

Kamis, 09 Desember 2010

MUSIK ITU HARAM

MUSIK ITU HARAM??? 
Apakah benar?
Musik sudah menjadi makanan pokok bagi kebanyakan orang pada hari ini. Seakan-akan mereka tak bisa hidup tanpa musik dan lagu. Pagi-pagi buta suara musik lah yang mengalun pertama kali dari rumah-rumah mereka. Kalaulah kita data satu persatu, hampir di setiap rumah kita temui kaset atau CD musik, karaoke dan sejenisnya! Itulah realita kita! 

Virus musik dan nyanyian yang tersebar di kalangan masyarakat kita sudah mencapai titik yang sangat membahayakan. Bahaya itu dapat kita lihat dari maraknya penjualan cd-cd musik dan karaoke yang menjamur di kaki-kaki lima, mal-mal dan tempat-tempat umum lainnya. Dengan stelan musik yang keras, begitu memekakkan telinga dan mengganggu orang lain. Mereka tidak lagi menghiraukan kata-kata cabul, kotor dan tak senonoh yang menjadi lirik lagu tersebut. Sudah lumrah kata mereka! 

Tidakkah mereka tahu, virus musik dan nyanyian ini sangat besar daya rusaknya terhadap diri seseorang. Hancurnya generasi muda sekarang ini, kalau kita telusuri sebabnya, banyak yang berpangkal dari musik! Maka dari itu para ulama menyebut musik dan lagu ini sebagai jampi-jampi perzinaan! Memang benar, daya hipnotis musik lah yang mendorong mereka melakukan perzinaan, mulai dari zina tangan, zina mata, zina telinga, zina kaki sampai pada akhirnya dibuktikan oleh kemaluan! 

Kalau kita mau jujur, sebenarnya pangkal kerusakan ini tidak terlepas dari pendidikan orang tua yang sangat lemah! Anak-anak mereka sejak usia dini sudah dicekoki dengan musik dan lagu! Hingga kalau kebetulan kita melintas di jalanan atau sebuah gang kadang kita temui sekumpulan anak-anak kecil sedang bernyanyi menirukan penyanyi idolanya. Ajaibnya anak sekecil itu hafal lirik lagu dari awal sampai akhir!! 

Kalau dulu, pada era generasi Salafus Shalih penyanyi begitu hina kedudukannya di mata masyarakat, sekarang justru kebalikannya! Penyanyi begitu mulia dan terhormat dalam pandangan mereka sehingga seluruh gerak-geriknya jadi buah bibir dan berita, seluruh tindak-tanduk dan model penampilannya jadi trend di kalangan mereka. 

Akibat dari itu semua adalah memudarnya nilai-nilai ajaran agama yang murni! Al-Qur’an seakan sudah menjadi sesuatu yang ditinggalkan! Tidak lagi dirasakan kenikmatan saat mendengarnya! Shalat juga terganggu kekhusukannya. Memang, shalat adalah ibadah pertama yang terkena dampak dari kecanduan musik dan nyayian ini. Lirik-lirik lagu dan irama musik datang mengusik saat ia mengerjakan shalat! Hilanglah kenikmatan shalat baginya. Kadang kala ia juga meninggalkan shalat! Ia lebih memilih menikmati alunan musik daripada menyambut seruan adzan! Fenomena seperti ini banyak kita dapati di tengah-tengah masyarakat kita. Oleh sebab itu jangan heran bila pagelaran musik dipadati banyak pengunjung sementara jumlah orang yang shalat jama’ah di masjid dapat dihitung dengan jari! Itulah realita! 

Di lain pihak, ada pula yang berusaha mengemas musik bernafaskan Islam, kata mereka! Mereka sebut nyanyian ruhani, musik Islami, nasyid Islami dan seabrek istilah-istilah lainnya. Seakan-akan seluruh perkara yang dibubuhi kata-kata ‘Islami’ menjadi ‘label halal’ baginya. Padahal menurut Ibnul Qoyyim musik-musik yang katanya Islami itu ‘lebih berbahaya’ daripada jenis musik dan lagu selainnya. Karena pembubuhan kata Islami di situ merupakan pernyataan bahwa hal itu termasuk perkara yang ‘boleh’ menurut syariat Islam! Padahal Dienul Islam tidak pernah membolehkan hal itu! Maka dengan begitu ia bukan hanya sekedar maksiat namun meningkat menjadi bid’ah! Banyak kita dapati orang-orang yang menikmati musik dan lagu Islami itu berkeyakinan bahwa hal itu dapat meningkatkan keimanannya, mendorong berbuat taat, mendorongnya untuk lebih mencintai Allah dan Rasulullah! Ini adalah syubhat setan dalam menjerat mereka kepada hal-hal yang memalingkan mereka dari Al-Qur’an dan dari mentadabburinya! 

Banyak pula kita temui orang-orang yang tergugah hatinya, bangkit kesedihannya hingga berlinang air mata karena mendengar alunan nasyid atau syair! Namun tidak demikian halnya ketika mendengar alunan ayat-ayat Al-Qur’an! Hatinya tidak tersentuh sedikit pun! 

Demikianlah melalui musik dan nyanyian ini setan memalingkan anak Adam dari Kalamullah! Setan menebar jarat-jerat syubhat agar anak Adam tetap meyakini bahwa mendengarkan musik dan nyanyian ini bukanlah perkara yang perlu dipermasalahkan! Ini terbukti dengan sedikitnya buku-buku atau tulisan-tulisan yang membeberkan kebusukan musik dan nyanyian serta membongkar syubhat-syubhatnya! 

Banyak sekali syubhat-syubhat seputar masalah musik dan nyanyian yang dihembuskan oleh setan. Salah satu di antaranya, setan membisikkan kepada manusia, Apa bedanya mendengar musik dengan mendengar suara kicauan burung, hembusan angin, gemersik dedaunan, dan suara-suara alam lainnya?! 

Lalu syubhat model seperti ini termakan oleh orang-orang yang lemah akal dan imannya. 

Dalam buku ini, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah memberikan jawaban-jawaban dan bantahan-bantahan terhadap syubhat-syubhat semacam itu! 

Buku ini sendiri merupakan jawaban dari sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada para ulama tentang hukum musik, lagu dan nyanyian. Kemudian pertanyaan itu diajukan kepada para ulama dari empat madzab, yakni ulama madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Dan Ibnul Qayyim adalah salah satu dari delapan ulama yang memberikan jawaban. Dan jawaban beliau itu tertuang dalam sebuah uraian penjang yang beliau beri judul: Kasyful Ghithaa’ ‘an Hukmi Samaa’il Ghinaa’ 

Seluruh ulama empat madzhab tersebut sepakat bahwa musik, lagu dan nyanyian itu haram hukumnya! 

Sepertinya buku ini perlu dibaca oleh kaum muslimin sekarang ini. Agar mereka tahu status hukum musik dan nyanyian serta dampak-dampak langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan olehnya. Karena bukan tidak sedikit diantara kaum muslimin yang masih beranggapan musik, nasyid, qasidah dan sejenisnya itu dibolehkan!? Lebih lanjut silakan mengikuti buku ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi diri kita dan masyarakat. 

Demikian dari penerjemah, terakhir sebagai pengingat kiranya perlu kita ketahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Akan muncul di kalangan umatku nanti beberapa
kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat musik”. (Shahih Al-Bukhari no 5590, Musnad Imam Ahmad V/342, Sunan Abu Daud no. 3688, Sunan Ibnu Majah no. 4036). 

NYANYIAN DAN MUSIK DALAM PANDANGAN ISLAM 

dikutip dari terjemahan mukhtasar ighatsatul lahfan min masyahidisy syaithan karya ibnu qayyim al jauziyah

Termasuk tipu daya dan perangkap musuh Allah, yang dengannya terperdaya orang yang sedikit ilmu dan agamanya, serta terjaring dengannya hati orang-orang bodoh dan batil adalah mendengarkan siulan, tepuk tangan dan nyanyian dengan alat-alat yang diharamkan, yang menghalangi hati dari Al-Qur’an dan menjadikannya menikmati kefasikan dan kemaksiatan. Ia adalah qur’annya syetan, dinding pembatas yang tebal dari Ar-Rahman. Ia adalah mantera homosexual dan zina. Dengannya, orang fasik yang dimabuk cinta mendapatkan puncak harapan dari orang yang dicintainya. Dengan nyanyian ini, syetan memperdaya jiwa-jiwa yang batil, ia menjadikan jiwa-jiwa itu -melalui tipu daya dan makarnya- menganggap baik terhadap nyanyian. Lalu, ia juga me-niupkan syubhat-syubhat (argumen-argumen) batil sehingga ia tetap menganggapnya baik dan menerima bisikannya, dan karenanya ia menjauhi Al-Qur’an.

Seandainya engkau melihat saat bagaimana mereka mendengarkan nyanyian tersebut; mereka tampak senyap dan hening, tidak sedikit pun bergerak, segenap hati mereka terkonsentrasi padanya, perhatian mereka hanya menuju ke sana. Lalu, secara refleks, diri mereka tertawan, laksana orang yang mabuk, mereka pun menari dan berjoget. Tahukah kalian, bagaimana para wanita dan orang-orang banci mabuk kepayang? Itulah mereka!

Dan hal itu pantas saja bagi mereka, sebab bius nyanyian telah menyatu dengan jiwa mereka, sehingga mereka bisa melakukan sesuatu yang lebih berbahaya dari peminum arak. Di sana, ada hati yang dikoyak, ada pakaian yang dirobek, ada harta yang dikeluarkan bukan karena ketaatan kepada Allah, semua bukan karena Allah, tetapi karena syetan, sehingga mereka tak peduli jika harus mabuk. Dengan begitu, syetan telah mendapatkan angan-angan dan harapannya. Ia menghasung mereka dengan suara dan tipuannya, bahkan mengerahkan terhadap mereka pasukan berkuda dan berjalan kaki, dan meletakkan di dalam dada mereka duri-duri, kemudian membujuk mereka agar berkelana di atas bumi dengan berjalan kaki. Sehingga terkadang ia menjadikan mereka seperti keledai di sekeliling tempat rotasi, dan di saat lain seperti orang lemah yang menari di tengah-tengah rumah.

Duhai, alangkah sayang atap dan bumi dirobohkan oleh telapak kaki-telapak kaki itu. Dan alangkah buruk penyerupaan dengan keledai dan binatang ternak. Duhai, betapa lega hati para musuh Islam terhadap bencana yang menimpa orang-orang yang mengaku sebagai orang-orang Islam pilihan,* mereka menghabiskan hidup mereka dengan se-gala kelezatan dan kenikmatan, dan menjadikan agama mereka sebagai pelecehan dan permainan.

Seruling syetan lebih mereka cintai daripada mendengarkan surat-surat Al-Qur’an. Seandainya salah seorang mereka mendengarkan Al-Qur’an dari awal hingga akhir, tentu ia tak akan memotivasinya untuk diam tenang, juga tidak akan membuatnya khusyu’ dan tak akan mem-pengaruhi perasaannya, juga tak akan membuatnya rindu kepada Allah.

Tetapi, jika dibacakan padanya qur’an syetan, begitu ia mendengar-nya, serta-merta hatinya memancarkan sumber-sumber perasaan yang merambat sampai kepada dua matanya, lalu pada kedua kakinya sehingga membuatnya menari, pada kedua tangannya membuat dirinya ber-tepuk tangan dan pada seluruh anggota tubuhnya membuat semua badannya berjoget dan bergoyang, pada napasnya membuatnya semakin terengah-engah dan pada api kerinduannya menjadikannya semakin berkobar menyala.

Wahai orang yang membuat dan terkena fitnah, yang menjual bagi-annya dari Allah dengan bagian dari syetan sehingga merugi. Kenapa perasaan pilu itu tidak terjadi ketika mendengarkan Al-Qur’an? Kenapa perasaan itu tidak datang ketika membaca Al-Qur’anul Majid? Juga ber-bagai keadaan yang baik, saat membaca surat dan ayat-ayat?

Tetapi memang, setiap orang mendapatkan apa yang sesuai dengan dirinya, juga cenderung kepada apa yang sebentuk dan sebangun dengan dirinya. Dan kesesuaian itu sendiri terjadi karena kecenderungan akal dan naluri. Lalu, dari mana persaudaraan dan nasab ini, jika bukan karena berhubungan dengan syetan, dengan sebab-sebab yang kuat? Lalu, dari mana pula perdamaian ini sehingga menjadikan simpul iman dan per-janjian dengan Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) terdapat cela?

“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagaipe-mimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (Al-Kahfi: 50).

Dan alangkah baik apa yang dikatakan penyair,

“Al-Qur’an dibacakan, maka mereka pun diam, bukan karena takut, tetapi diam karena lupa dan tidak memperhatikan. Dan ketika nyanyian didendangkan, serta-merta mereka pun bernyanyi laksana keledai, tetapi demi Allah mereka menari bukan karena Allah.
Di sana ada rebana, seruling dan nyanyian yang memabukkan. Wahai, pernahkan Anda melihat ibadah di tempat bersenang-senang?
Bagi mereka, Al-Qur’an itu amat berat, karena di dalamnya berisi berbagai perintah dan larangan.
Mereka mendengarkannya seakan guruh dan petir, jika ia berisi peringatan dan ancaman melakukan perbuatan terlarang.
Mereka menganggap Al-Qur’an itu penghalang terbesar nafsu dari berbagai keinginannya, wahai kapankah hal itu berakhir.
Lalu mereka datang untuk mendengarkan yang sesuai dengan tujuan-tujuannya, dan karena itu mereka menjadi semakin sombong.
Manakah penolong yang bisa menghentikan sebab-sebab hawa nafsu bagi orang yang bodoh dan lengah?
Tidak, yang ada hanyalah arak bagi tubuh atau arak yang semisalnya bagi pikiran.
Lihatlah orang yang mabuk saat minum, lihat orang yang mabuk di tempat bersenang senang!
Lalu, lihat pula orang yang merobek-robek pakaiannya, setelah ia merobek-robek sendiri hatinya yang lupa.
Lantas putuskanlah, manakah arak yang lebih pantas diharamkan dan dibebani dosa di sisi Allah?”
 
Pertama, manfaat nyanyian adalah jenis manfaat yang diharamkan.

Kedua, menyewa atau mengontraknya adalah batil.

Ketiga, makan dari hasil nyanyian berarti makan harta secara batil, yakni sama dengan makan dari harga bangkai atau darah.

Keempat, seseorang tidak boleh mengeluarkan hartanya untuk pe-nyanyi, hal itu haram baginya karena berarti ia mengeluarkan harta untuk sesuatu yang diharamkan, sehingga mengeluarkannya untuk ke-pentingan tersebut sama dengan mengeluarkan harta untuk (membeli) darah dan bangkai.

Kelima, seruling adalah haram.
Jika seruling yang merupakan alat musik paling ringan hukumnya haram, bagaimana pula dengan sesuatu yang lebih berat daripadanya, seperti: Kecapi, gitar dan klarinet? Dan bagi orang yang pernah menci-cipi ilmu, tidak seyogyanya bersikap tawaqquf (memilih diam) tentang pengharaman hal tersebut, sebab minimal ia adalah syiar (simbol) bagi para ahli kefasikan dan peminum khamar.*’ Hal yang sama juga dikatakan
oleh Abu Zakaria An-Nawawi dalam Raudhah-nya.*

Masalah kedua yaitu menyanyi dengan menggunakan alat-alat musik yang merupakan syiar para peminum khamar untuk berjoget, seperti: Gitar, kecapi, simbal, senar dan semua jenis alat-alat musik lainnya adalah haram digunakan.

Beliau berkata, ‘Tentang klarinet ada dua pendapat, Al-Baghawi mengatakan itu haram, sedang Al-Ghazali membolehkannya.**’ Lalu beliau mengatakan, “Yang benar adalah klarinet atau seruling itu adalah haram.” Abul Qasim Ad-Daula’i”^ telah menulis kitab khusus tentang pengharaman klarinet. Abu Amr bin Shalah menukil adanya ijma’ (konsensus) ten-tang pengharaman mendengarkan rebana, klarinet dan nyanyian yang didendangkan secara bersamaan. Dalam Fatawi-nya ia berkata,

“Adapun tentang dibolehkan dan dihalalkannya mendengarkan hal tersebut, maka perlu diketahui bahwa rebana, seruling dan nyanyian, jika didendangkan secara bersamaan, maka mendengarkannya adalah haram. Demikian menurut para imam madzhab dan lainnya dari ulama kaum Muslimin. Tidak seorang pun ulama yang diperhitungkan ucapan-nya, baik dalam ijma’ maupun ikhtilaf (perselisihan pendapat) yang me-ngatakan dibolehkannya mendengarkan hal tersebut.

Sedangkan perbedaan pendapat yang dinukil dari sebagian ulama madzhab Syafi’i adalah dalam masalah seruling jika dimainkan sendirian, juga rebana jika dimainkan sendirian. Orang yang tidak mengerti atau tidak merenungkannya, mungkin mempercayai adanya perbedaan pen-dapat di kalangan ulama madzhab Syafi’i dalam mendengarkan rebana, seruling dan nyanyian jika didendangkan bersamaan. Padahal jelas, itu adalah kekeliruan yang bertentangan dengan dalil syariat dan logika.

Di samping itu, tidak semua perbedaan pendapat bisa dijadikan san-daran. Dan barangsiapa yang senantiasa mencari-cari perbedaan ulama, lalu mengambil yang paling mudah dan ringan dari pendapat mereka, maka dia telah atau hampir zindik (kafir).”””‘

Abu Amr selanjutnya berkata, “Perkataan mereka dalam masalah mendengarkan hal-hal yang disebutkan di atas sebagai bentuk ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah adalah perkataan yang bertentangan
dengan ijma’ kaum Muslimin. Dan siapa yang menentang ijma’ mereka, maka baginya adalah sebagaimana firman Allah,
“Dan barangsiapa menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa’: 115).

Beliau membantah kedua kelompok di atas yang merupakan ben-cana bagi Islam, dalam suatu bantahan yang panjang. Kedua kelompok yang dimaksud adalah yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan yang mendekatkan did kepada Allah dengan sesuatu yang justru menjauhkan mereka daripada-Nya.

Dan Imam Syafi’i serta para ulama madzhab Syafi’i terdahulu, terma-suk di antara orang yang paling keras dalam masalah ini. Diriwayatkan secara mutawatir dari Imam Syafi’i, beliau berkata, “Di Baghdad, aku meninggalkan sesuatu yang merupakan ciptaan orang-orang zindik. Mereka menamakannya taghbir (syair yang membuat orang zuhud di dunia), dengan syair tersebut, mereka menghalang-halangi manusia dari Al-Qur’an.”*)

Jika demikian perkataannya dalam masalah taghbir, dan alasannya adalah ia menghalang-halangi manusia dari Al-Qur’an, padahal ia adalah syair yang membuat orang berlaku zuhud terhadap dunia, yang dinya-nyikan oleh seorang penyanyi, dan sebagian hadirin menabuh gendang dengan kayu untuk mengiringi lagunya. Aduhai, mendengarkan taghbir yang bagaikan buih dalam lautan,**’ mereka katakan mengandung ber-bagai macam kerusakan dan menyimpan segala yang diharamkan, lalu bagaimana dengan yang lain? Dan sungguh Allah mengetahui para pe-nuntut ilmu yang terkena fitnah dan juga ahli ibadah yang bodoh.

Sufyan bin Uyainah berkata, “Dahulu diserukan, waspadalah terhadap orang berilmu yang suka melakukan maksiat, dan ahli ibadah yang bodoh, sebab fitnah keduanya
 
1. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِي الْقَلْبِ
“Nyanyian itu menimbulkan kemunafikan dalam hati.” (Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Dzammul Malahi, 4/2, Al-Baihaqi dari jalannya, 10/223, dan Syu’abul Iman, 4/5098-5099. Dishahihkan Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 10. Diriwayatkan juga secara marfu’, namun sanadnya lemah)
2. Ishaq bin Thabba` rahimahullahu berkata: Aku bertanya kepada Malik bin Anas rahimahullahu tentang sebagian penduduk Madinah yang membolehkan nyanyian. Maka beliau mejawab: “Sesungguhnya menurut kami, orang-orang yang melakukannya adalah orang yang fasiq (rusak).” (Diriwayatkan Abu Bakr Al-Khallal dalam Al-Amru bil Ma’ruf: 32, dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal. 244, dengan sanad yang shahih)
Beliau juga ditanya: “Orang yang memukul genderang dan berseruling, lalu dia mendengarnya dan merasakan kenikmatan, baik di jalan atau di majelis?”Beliau menjawab: “Hendaklah dia berdiri (meninggalkan majelis) jika ia merasa enak dengannya, kecuali jika ia duduk karena ada satu kebutuhan, atau dia tidak bisa berdiri. Adapun kalau di jalan, maka hendaklah dia mundur atau maju (hingga tidak mendengarnya).” (Al-Jami’, Al-Qairawani, 262)
3. Al-Imam Al-Auza’i rahimahullahu berkata: ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu menulis sebuah surat kepada ‘Umar bin Walid yang isinya: “… Dan engkau yang menyebarkan alat musik dan seruling, (itu) adalah perbuatan bid’ah dalam Islam.” (Diriwayatkan An-Nasa`i, 2/178, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 5/270. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 120)
4. ‘Amr bin Syarahil Asy-Sya’bi rahimahullahu berkata: “Sesungguhnya nyanyian itu menimbulkan kemunafikan dalam hati, seperti air yang menumbuhkan tanaman. Dan sesungguhnya berdzikir menumbuhkan iman seperti air yang menumbuhkan tanaman.” (Diriwayatkan Ibnu Nashr dalam Ta’zhim Qadr Ash- Shalah, 2/636. Dihasankan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim, hal. 148)Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abid Dunya (45), dari Al-Qasim bin Salman, dari Asy- Sya’bi, dia berkata: “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat biduan dan biduanita.” (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 13)
5. Ibrahim bin Al-Mundzir rahimahullahu –seorang tsiqah (tepercaya) yang berasal dari Madinah, salah seorang guru Al-Imam Al-Bukhari Rahimahullah– ditanya: “Apakah engkau membolehkan nyanyian?” Beliau menjawab: “Aku berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada yang melakukannya menurut kami kecuali orang-orang fasiq.” (Diriwayatkan Al-Khallal dengan sanad yang shahih, lihat At-Tahrim hal. 100)
6. Ibnul Jauzi rahimahullahu berkata: “Para tokoh dari murid-murid Al-Imam Asy- Syafi’i rahimahullahu mengingkari nyanyian. Para pendahulu mereka, tidak diketahui ada perselisihan di antara mereka. Sementara para pembesar orang- orang belakangan, juga mengingkari hal tersebut. Di antara mereka adalah Abuth Thayyib Ath-Thabari, yang memiliki kitab yang dikarang khusus tentang tercela dan terlarangnya nyanyian.
Lalu beliau berkata: “Ini adalah ucapan para ulama Syafi’iyyah dan orang yang taat di antara mereka. Sesungguhnya yang memberi keringanan dalam hal tersebut dari mereka adalah orang-orang yang sedikit ilmunya serta didominasi oleh hawa nafsunya. Para fuqaha dari sahabat kami (para pengikut mazhab Hambali) menyatakan: ‘Tidak diterima persaksian seorang biduan dan para penari.’ Wallahul muwaffiq.” (Talbis Iblis, hal. 283-284)
7. Ibnu Abdil Barr rahimahullahu berkata: “Termasuk hasil usaha yang disepakati keharamannya adalah riba, upah para pelacur, sogokan (suap), mengambil upah atas meratapi (mayit), nyanyian, perdukunan, mengaku mengetahui perkara gaib dan berita langit, hasil seruling dan segala permainan batil.” (Al-Kafi hal. 191)
8. Ath-Thabari rahimahullahu berkata: “Telah sepakat para ulama di berbagai negeri tentang dibenci dan terlarangnya nyanyian.” (Tafsir Al-Qurthubi, 14/56)
9. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Mazhab empat imam menyatakan bahwa alat-alat musik semuanya haram.” Lalu beliau menyebutkan hadits riwayat Al-Bukhari rahimahullahu di atas. (Majmu’ Fatawa, 11/576)
Masih banyak lagi pernyataan para ulama yang menjelaskan tentang haramnya musik beserta nyanyian. Semoga apa yang kami sebutkan ini sudah cukup menjelaskan perkara ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar